My Trip My Adventure Episode 3 Bagian 4

Memang saya gak percaya dengan omongan bang Putra. Karena saya tahu bagaimana bang Putra. Intinya gak mungkin O500R yang berangkat malam ini. Memang bus-bus Rapi ini sering rolling alias gak tetap bus napin apa saja yang akan berangkat ke kota/daerah tujuannnya. Dan satu lagi Rapi tidak pernah perpal atau menginap semalam di Pekanbaru, kalau di Medan masih mungkin. Dan yang melewati bus kami memang bus Rapi Napin Bracha. Dan otomatis sudah pasti bus Rapi Napin Bracha.
            “makan yok” kata bang Putra
            “kelaparan awak iya” kata saya
            “ya belum ada makan aku dari semalam. Ayoklah”
            “masih kenyang aku. Tadi baru makan kami di Kandis. Tanya la Ayu” kata bang Jeff
            “ya bang. Masih kenyang jam 10 kami di Kandis pula”
            “kau dah makan Ri?”
            “udah bang”
            “kau Pi”
            “udah bang”
            “jadi gak ada yang mau ini?”
            “ya udah, abang makan aja dulu sama Gilang” kata saya
            “jadi jumpa dimana kita?”
            “di rumah ku aja. Kita kumpul di sana” kata bang Jeff
            “oh ya udah, kami pergi dulu ya” kata bang Putra
“Arie nanti temanin kakak beli kaos dulu ya, ntah di distro. Mana tau untuk baju ganti”
“oh ya kak, beres itu” kata Arie
Saya berboncengan dengan Arie, sedangkan bang Jeff berboncengan dengan Opiee. Kalau bang Putra jamgan tanya lagi boncengan sama siapa. Sudah pasti sama Gilang.
“bang, Distro dulu kita ya. Kak Ayu mau beli kaos” kata Arie
“oh ya, nanti ke agen parwis dulu kita ya” kata bang Jeff
Kemudian kami mengikuti kereta Opiee dari belakang. Dan berhenti di tempat agen bis pariwisata. Sepertinya bang Jeff akan menyewa bis parwis lagi karena kemungkinan beberapa armada bis Ardifa kurang karena banyak pemesanan. Setelah lihat-lihat sebentar kemudian kita jalan lagi.
“jangan lupa Ri” kata saya kepada Arie
“ya kak”
“ini arah mau ke rumah bang Jeff ya”
“ya kak”
Ternyata rumah bang jeff lumayan juga la. Nama jalannya di dekat rumah bang Jeff nama-nama ikan jadi sedikit unik. Kalau di Medan ada nama jalan segala jenis unggas atau burung di sini ada nama-nama ikan. Kemudian saya dan Arie berhenti sebentar di toko baju atau Distro. Dan Arie menunggu diluar. Namanya perempuan kalau belanja pasti suka menawar. Dan saya pun tawar menawar. Awalnaya tidak dapat hargan yang saya inginkan  tapi akhirnya dapat juga. Setelah itu kami pun bergegas pergi. Baru keluar mau nyebrang tiba-tiba.
“Arie awas” kata saya
Hampir saja kami tabrakan. Untung saya tepuk pundak Arie dan dia tersentak.
“gak kelihatan tadi kak” kata Arie
“Arie kenapa?”
“gak apa-apa kak?”
“yakin? Jangan bohong sama kakak. Fikiran Arie kosong tadi kan”
“ga kak” kata Arie berkilah
“jangan bohong, badan Arie di sini tapi fikiran gak. Lagi mikirin apa Ri”
“gak ada kak”
“ya udah kalau Arie gak mau cerita. Tapi lain kali hati-hati Ri”
“ya kak”
Kemudian kami berjalan lagi. Dan sepertinya Arie kelihatan bingung
“kenapa Ri?”
“lupa la aku jalan ke rumah bang Jeff. Padahal sering ke rumahnya”
“bisa gitu ya Ri”
“ya kak, lupa gangnya”
“telepon Opiee coba”
“gak aktif pula nomornya kak”
Kemudian kami berhenti sebentar di sebuah gang. Dan kemudian...
“kenapa gak pakai Google Maps ya”
“hahahaha. Ada teknologi kok gak digunakan”
“kemudian Arie memeriksa Google Maps dari handphonenya dan tak berapa lama Opiee menghubungi Arie
“dimana gangnya? Lupa aku la” kata Arie
“kalian dimana?”
“udah masuk gang besar itu. Lupa aku gang pertama atau gang kedua”
Kemudian ntah bicara apa Arie bilang “ya. Ya. Tau aku”
“ok kak, udah tau Arie”
“udah dapat”
“udah kak, kelewatan kita”
Kemudian kami putar arah dan dapat rumah bang Jeff. Jujur baru ini ke rumah bang Jeff. Biasa saya hanya ke Rumah mbak Meetha. Sebenarnya rada segan, Cuma memang karena rame-rame ya tidak apa-apa.
“bang, boleh pinjam charger lagi, untuk charger hp, udah low” kata saya
“oh, bentar ya”
Kemudian bang Jeff mengambil charger lagi. Disaat yang bersamaan Opiee membuka kotak dari bang Putra yang isinya Pempek khas Palembang yang langsung dibawa bang Putra dari sana.
“opp, masak la yok”
“masak la sendiri” kata Arie
“ya udah biar aku yang masak” kata Opiee
“Opiee ini salah jurusan kayaknya”
“hahahaha, jurusan tata boga itu kak”
“cocok udah dia buka usaha gitu”
Sepertinya Opiee sering main ke rumah bang Jeff, makanya udah kayak rumah sendiri. Bebas gitu walaupun ada orang tua bang Jeff.
“udah makan kalian?”
“udah bang” kata Arie
Tidak berapa lama sampailah bang Putra dan Gilang ke rumah bang Jeff. Istirahat sebentar di sini kami jadinya. Sambil bercerita-cerita
“gak ada minuman dingin ini” kata bang Putra
“buatlah”
“ah gak pande aku”
“kakak la yang buat” kata Gilang
“begh. Nanti gak pas sama selera kelen”
“udah buat aja kak”
“segan lo”
“gak apa-apa kak. Kan ada Opiee sama bang Jeff di belakang itu”
Awalnya ragu-ragu mau ke dapur, karena orang tua bang Jeff dan keluarga yang lain lagi diruang keluarga. Segan kalau melewatinya. Tapi akhirnya saya beranikan juga. Akhirnya saya ke dapur. Di dapur kebetulan bang Jeff lagi makan dan Opiee baru selesai masak Pempek.
“bang, gelas di mana ya?”
“itu Yu, di lemari itu. Ambil aja”
“ada ceret gak bang”
“ada Yu, coba lihat di lemari tadi”
Sepertinya saya kebanyakan tanya ini. Mungkin kalau tanya lagi sudah dapat hadiah kali ya. Hahahahaha. Kemudian saya buat Mandi (Manis Dingin) ala saya. Canggung sebenarnya karena baru pertama juga ke sini dan sudah otak atik dapur orang. Sebelum saya antar ke depan, saya suruh Opiee buat mencobanya.
“Opiee, coba rasa dulu ini. Pas atau gak manisnya”
“kalau Opiee udah manis kak, Cuma tambahkan aja dikit lagi gulanya. Kan pakai es itu. Pas cair nanti kalau segitu gak manis dia”
“oke. Kakak tambah gula lagi. Maklum kan tiap orang berbeda dalam hal mencicipi rasa”
“tambah aja lagi kak”
Kemudian saya kembali ke ruang tamu. Dalam sekejab habis teh manis dingin itu. Apalagi makannya sama Pempek khas Palembang.
“nah, ini dia yang ditunggu” kata Gilang
“ambil piring la” kata Arie
“ini udah” kata Opiee
“mari kita makan” kata saya
Lahap benar semua, sambil makan sambil bercerita tentang peresmian bus SAN SR-2 beberapa waktu lalu di Pekanbaru. Selain itu juga cerita tentang kawan-kawan Bismania yang lain. Seru sampai tak terasa. Akhirnya pada kekenyangan semua.
“kenyang ya. Ngantuk la” kata Gilang
“obat kenyang itu” kata saya
Kemudian mulai tuduh-tuduhan siapa yang memberesi alias mencuci piring.
“nah, beresin la” kata saya
“beresin Pie”
“aku udah masak tadi”
“aku buat mandi tadi. Arie ini yang belum”
“pas itu” kata Opiee
Kemudian kami beres-beres, mengantar piring kotor ke dapur. Di dapur ada Opiee dan Arie. Kemudian saya kembali ke ruang tamu bergabung dengan bang Putra, bang Jeff dan Gilang.
“mau ke mana lang?” kata saya
“duluan awak ya kak. Ada urusan bentar”
“okelah, hati-hati lang”
“anak gajah hati-hati kau, makasih ya” kata bang Putra
Lalu Arie dan Opiee selesai dan kembali ikut bergabung. Kembali lagi kami bercerita tentang bus-bus yang ada di luar kota dan pengalaman touring dari bang Putra dan Bang Jeff.
“coba tanya si Opung di mana?” kata saya
“ntar kita telepon dia” kata bangPutra
Kemudian tersambung telepon ke opung atau Rio Putranalisman.
“dimana kau pung?” kata bang Putra
“masih di kerjaan bang” kata Rio
“ke sini la kau. Aku di Pku ini”
“sama siapa abang rupanya?”
“ini ada si Jeff, Opiee, Arie sama Ayu. Kesini la kau. Loket nanti ya”
“nanti la bang kalau sempat”
“jangan nanti, aku mau pulang ini ke Medan. Naik Bracha”
“aku usahakan bang”
“gak mau tau aku” kata bang Putra
“ya, bang ya” kata Rio
“hubungi mbak Meetha juga bang” kata saya
“kalau Meetha sekarang agak susah. Karena udah kerja” kata bang Jeff
“kerja dimana mbak Meetha?” kata saya
“itu kak di dekat warung dia juga” kata Opiee
“hubungi la mbak Meetha, mana tau bisa. Kalau ke sini gak ketemu mbak Meetha gak enak” kata saya
Kemudian bang Putra menghubungi mbak Meetha, lama juga baru diangkat teleponnya
“halo Met, dimana kau?”
“di kerjaan Put” kata mbak Meetha
“jam berapa pulang?”
“bentar lagi, kenapa Put”
“aku di Pku ini”
“ah, gak percaya aku”
“ya, ada Ayu juga ini. Aku mau pulang malam ini ke Medan. Datang ke loket Rapi ya”
“aku usahakan la Put”
“jangan la gitu. Sesekali ini”
“gak mau tau aku, ada Ayu ini. Nah ngomonglah” kemudian bang Putra memberikan handphonenya kepada saya
“kenapa mbak?”
“mana si Jupe tadi?” kata mbak Meetha
“bang, mbak Meetha” kata saya
“ha, datang ya, gak mau tau aku. Pokoknya harus datang” kata bang Putra
“ya la ya. Nyusul aku ke loket nanti. Aku pulang dulu mandi” kata mbak Meetha
“jangan kau mandi, langsung ke loket”
“ah mana enak”
“kami disini belum ada yang mandi. Ke sini pokoknya”
“ya udah nanti nyusul aku”
“oke, ku tunggu” kata bang Putra
Dan telepon pun berakhir, kami lanjut bercerita. Asyik bercerita tidak terasa sudah jam 5. Dan kami pun bergegas beres-beres dan segera pergi untuk menuju Loket Rapi.
“opp mangga” kata bang Putra
“ambil aja” kata Opiee
“tapi belum masak ini” kata bang Putra
“udah itu gak?” kata Opiee
“gak, ini kuning kena matahari”
“mangga kita di sana berbuah gak bang?” kata saya. Karena saya tahu di rumah bang Putra ada pohon mangga
“belum Yu”
“nanti kalau berbuah bilang”
“aman itu”
Dan ditengah mau berangkat..
“aku sama siapa ini?” kata saya
“kau sama si Jeff aja” kata bang Putra
“abang la sama bang Jeff, Ayu sama Arie”
“Ah gak la, kau sama Opiee”
“begh dasar si abang” kata saya
“baru kayaknya tungangan ini” kata bang Putra sama bang Jeff
“ya ini” kata bang Jeff
“jadi sibiru ke mana itu?
“si biru disekolahkan” kata saya
“tukar tambah” kata bang Jeff
“ah aku la duluan ini di boncengan” kata bang Putra
“kali ini cerai dulu kita ya Rie” kata saya
“hahahaa, cerai ya”
“tadi kan kakak sama Arie. Ini gantian. Kakak sama Opiee”
Dan kami pun langsung menuju loket. Karena waktu sudah setengah 6. Jalanan mulai sedikit macet. Ternyata Pku sama seperti di Medan, tapi tidak separah di Medan. Tiba-tiba ada yang nyalip kami dengan hampir menyerempet kami karena lasaknya.
“kalau kakak kayak gitu kakak kejar Pie. Kakak lewatin dan gak kakak kasih dia lewatin kakak lagi”
“serius kak?”
“ya. Kakak gak mau kayak gitu. Tapi taulah orang sekarang cemana bawa kenderaan. Apalagi di Medan”
“Opiee pun kadang palak juga gitu”
“kalau kakak sampai balapan pun kadang, gak kakak kasih lewat dia, sampai dia fikir kakak laki-laki pas kita berdua sejalan dia lihat kakak dan terkejut. Mungkin dia heran karena kakak perempuan tapi bawa kereta kencang dan nyalip”
“hahahaha” kata Opiee. Sepertinya Opiee sedikit terpancing emosi karena pengendara itu. Kemudian dia lewatin kenderaan tersebut dan benar-benar tidak diberi lewat sama Opiee.
Kemudian kami sampai di Loket Rapi. Bus yang akan kami naikki juga sudah terparkir. Sebelumnya kami membayar uang sisa uang panjar dan bang Putra dibantu bang Jeff, Opiee, Arie dan saya menaikkan barang-barangnya yang tadi dititip di loket tadi ke bagasi bus.
“itu miniatur. Jangan salah taruh” kata orang petugas loket kepada kru bus tersebut
Dan miniatur itu sangat hati-hati di taruh di bagasi bus. Banyak sekali bawaan bang Putra. 5 kotak besar plus 1 ransel. Kebayangkan bang Putra ntar bawanya gimana pasti. Sayangnya cucaca tak bersahabat, mendung sangat dan sudah cek sound di atas awan, angin juga kencang. Tapi mbak Meetha dan Rio juga belum sampai. Tidak berapa lama Rio sampai dengan membawa pacarnya.
“itu opung” kata saya kepada bang Putra
“bawa ceweknya pula dia ya. Habis la ku gangguin ini” kata bang Putra
“sehat kak?” kata Rio
“sehat pung”
“eh, opung. Sehat kau pung?” kata bang Putra
“sehat bang”
Lalu bang Putra mulai menjahili pacarnya Rio. Tahu la bang Putra ini orangnya jahil. Ada aja yang dijahilinya. Tidak berapa lama menjelang adzan maghrib mbak Meetha pun sampai.
“sehat mbak?” kata saya
“sehat Yu”
“darimana kau?” kata bang Putra
“pulang kerja aku”
“ooohh”
“eh, aku ke sana dulu”
“mau ke mana?” kata bang Putra
“beli aqua. Mau buka puasa dulu”
“puasa kau, ya sudahlah buka dulu” kata bang Putra
“ada mesjid gak dekat sini?”
“ngapain ke mesjid. Itu di dalam loket ada ruang sholat” kata bang Jeff
“iya ada itu di belakang” kata bang Putra
“ya udah, aku sholat dulu ya” kata mbak Meetha

Bersambung..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar